27 April, 2009

PAUD Berbasis Aqidah Islam Upaya Melahirkan Generasi Berkualitas




oleh Ir. Rezkiana Rahmayanti

Urgensi Pendidikan Anak Dini Usia

Rasulullah Swt bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilallakhdi yang artinya tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin, bahkan sejak dalam buaian. Lantas bagaimana seorang bayi yang masih dalam buaian dapat menuntut ilmu? Sedangkan ia masih lemah, belum bisa bicara, berjalan, apalagi berpikir. Lagipula, bukankah akal seorang bayi belum sempurna? Inilah yang justru dituntunkan oleh Rasulullah Saw bahwa sejak anak dalam buaian pun, ia dapat menuntut ilmu. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.

Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan dini usia. Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan melekat selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat melekat hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.

Bagi anak, pendidikan yang tepat pada usia dini akan menjadi pondasi keberhasilannya pada masa yang akan datang. Ia akan menjadi sebuah individu yang cerdas, penuh percaya diri dan mampu mengarungi kehidupan dengan segala tantangannya dengan baik. Dia akan menjadi manusia yang berkualitas, berkepribadian kuat dan berguna bagi masyarakat.

Bagi orang tua, anak adalah tumpuan hari tua, tempat di mana orang tua bergantung ketika kelak usia sudah uzur. Anak adalah amanah yang harus dijaga, dirawat dan dididik semaksimal mungkin. Merawat, mendidik dan membesarkan anak adalah ladang pahala bagi orang tua yang akan dipanen kelak di akhirat. Ya, anak adalah tabungan bagi kehidupan akhirat orang tuanya. Jika berhasil mendidik anak menjadi pribadi yang sholeh, akan menjadi jembatan bagi orang tuanya untuk mendapatkan surga. Rasulullah Saw bersabda yang artinya: "Bila seorang meninggal, terputuslah semua amalannya kecuali tiga perkara: amal jariah, ilmu yg bermanfaat, dan anak yg shaleh yg

berdoa untuknya." (HR Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw bertanya pada para sahabat: "Tahukah engkau siapakah orang yang mandul." Berkata para sahabat: "Orang yang mandul ialah orang yang tidak mempunyai anak." Lalu Rasulullah SAW berkata: "Orang yang mandul itu ialah orang yang mempunyai banyak anak, tetapi anak-anaknya itu tidak memberi kemanfaatan kepadanya sesudah ia meninggal dunia." (Maksud Al-Hadith )

Bagi umat, anak-anak adalah generasi pewaris dakwah. Anak-anak adalah pewaris perjuangan yang sedang kita laksanakan hari ini. Mereka akan dipertanggungjawabkan untuk meneruskan perjuangan suci, demi eksistensi kalimatullah di muka bumi. Di samping mendidik anak-anak menjadi anak yang sholeh, mereka harus diproses dengan rapi agar bersedia memikul dan melaksanakan tanggung-jawab dakwah dan jihad. Anak-anak adalah mad’u (orang yang diseru) yang perlu dibentuk melalui satu proses tarbiyah, yaitu proses penyucian diri, pembentukan pemahaman, kesadaran dan pembinaan kepribadian (syakhsiyah). Oleh karena itu kita dituntut untuk mendidik anak-anak melalui proses pendidikan Islami sejak dini.

Sedangkan bagi negara, anak adalah aset penerus masa depan bangsa dan negara. Merekalah yang akan menghantarkan bangsa ini menuju bangsa yang bermartabat dan diridloi Allah. Karena itu, pendidikan anak usia dini merupakan investasi pembangunan manusia yang amat penting bagi pembangunan sumber daya manusia berkualitas, demi masa depan lebih baik. Produktivitas bangsa di masa depan sangat ditentukan oleh bagaimana upaya pengembangan anak usia dini dilakukan.

Pakar Gizi Prof. Dr Hidayat Syarief mengatakan, konsep holistik sumber daya manusia menegaskan bahwa kualitas SDM sangat ditentukan oleh kondisi pada saat manusia berupa janin dalam kandungan seorang ibu sampai dengan usia balita, anak dan remaja. Dengan demikian dalam konteks pembangunan sumber daya manusia kita dihadapkan pada agenda menyiapkan generasi masa depan yang mampu menjadi tumpuan umat dalam meneruskan pembangunan.

Jelaslah, mendidik anak dengan baik bukan saja untuk kepentingan masa depan anak itu sendiri atau untuk jaminan hari tua ayah dan ibunya, namun juga demi kemajuan bangsa dan negara serta umat secara keseluruhan. Karena itu, pendidikan anak usia dini tidak dapat dipandang sempit hanya demi kemaslahatan anak itu sendiri atau orang tuanya, melainkan untuk kepentingan yang jauh ke depan, demi kemajuan umat di dunia dan tabungan pahala di akhirat.

Pentingnya melakukan investasi untuk pengembangan anak usia dini, antara lain untuk membangun SDM yang berkemampuan intelegensia tinggi, berkepribadian dan berperilaku sosial yang baik serta mempunyai ketahanan mental dan psikososial yang kokoh. Terlebih lagi berbagai penelitian menyebutkan bahwa masa dini usia merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Betapa tidak, sebanyak 50 persen kapabilitas kecerdasan manusia terjadi ketika anak berumur 4 tahun dan 80 persen telah terjadi ketika berumur 8 tahun. Ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya dan selanjutnya perkembangan otak akan mengalami stagnasi. Itulah kenapa masa ini dinamakan masa emas perkembangan (the golden age), karena setelah masa perkembangan ini lewat, berapa pun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu tidak akan mengalami peningkatan lagi. Disinilah pentingnya memulai pendidikan sejak usia dini, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw, yakni menuntut ilmu sejak dari buaian.

Tujuan Pendidikan Anak Dini Usia Berbasis Aqidah Islam

Tujuan pendidikan anak dini usia berbasis akidah Islam adalah membentuk anak yang berkepribadian islam, yaitu memiliki aqidah Islam sebagai landasan ketika berpikir dan bersikap didalam menjalani kehidupan. Anak yang memiliki kepribadian Islam adalah anak yang memiliki kelebihan dalam banyak hal, sehingga mereka bisa dikatakan sebagai Anak unggul. Anak unggul adalah anak yang sholeh/sholehah, cerdas,sehat dan pemimpin. Anak sholeh/ah adalah anak yang banyak melakukan amal yang diridloi oleh Allah SWT dan orang tuanya. Anak sholeh adalah anak yang menyenangkan orang tua dan semua orang di sekitarnya.. Anak yang sholeh memahami betul hakekat hidupnya didunia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nyam yang artinya: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah”(QS:Adz-dzariyat(51):56) ). Dengan kata lain, anak sholeh adalah anak yang bertaqwa (senantiasa melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi seluruh larangan-Nya termasuk menghiasi diri merka dengan akhlaq-akhlak mulia seperti jujur, bertutur kata yang sopan dan punya rasa malu. Sehingga anak yang sholeh akan menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak diridloi Allah seperti: terlibat narkoba, memperlihatkan aurat pada orang yang tidak berhak dan menghambur-hamburkan uang untuk kepuasan hawa nafsu. Sebagai orangtua, pastilah ibu menginginkan memiliki anak yang sholeh yang didalam alQur’an dikatakan sebagai ‘qurrata a’yun”, sebagimana do’a yang sering ibu lafadzkan setelah sholatnya ; “Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyaatinaa qurrata a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa” (QS:Al-Furqam(25):74)

Anak cerdas adalah anak yang mau dan mampu melakukan segala sesuatu. Anak seperti ini memiliki tingkat berpikir yang melebihi anak pada umumnya dan mempunyai kelebihan dalam bidang-bidang tertentu sehingga menonjol di kalangan anak seusianya. Ia berani tampil dan menunjukkan kemampuan yang dimilikinya. Anak yang cerdas akan memiliki keahlian pada bidang yang digelutinya dan mampu menjawab tantangan zaman. Sehingga mereka tidaklah mudah dibohongi dan dikendalikan orang lain, bahkan mereka menjadi agen perubahan ditengah-tengah masyarakat untuk mengajak mereka kepada perubahan yang hakiki yaitu mengeluarkan manusia daripada kegelapan (kebodohan dan keterbelakangan) kepada cahaya (keimanan Islam dan kemajuan peradaban)

Anak sehat adalah anak yang memiliki fisik yang kuat, tidak mudah jatuh sakit, gesit dan enerjik. Anak seperti ini terbiasa makan makanan halal dan bergizi (sekalipun tidak harus mahal), mau berolahraga dan cukup beristirahat. Anak sehat adalah anak yang mampu melakukan segala aktivitas dengan sempurna tanpa ada hambatan fisik maupun mental. Anak yang sehat siap mengerahkan tenaganya untuk melakukan amal-amal yang baik termasuk menjadi pejuang yang mempertahankan kemuliaan Islam di muka bumi.

Pemimpin, anak yang menjadi pemimpin memiliki ciri-ciri: pemberani, amanah, bertanggung jawab dan melindungi yang lemah. Pada saat menjadi pemimpin mereka tidak berlaku zholim kepada orang yang dipimpinnya, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kesulitan yang dihdapi rakyatnya. menjadi pelayan ummat (mendahulukan kepentingan orang banyak dari kepentingan pribadi), mereka berani mengambil keputusan yang benar dan tepat pada saat kritis Sosok pemimpin seperti inilah yang dirindukan oleh bangsa ini untuk mengeluarkan negeri ini dari kondisi yang semrawut/ibarat benang kusut.

Dengan demikian anak unggul adalah anak yang terarah cara berpikir dan bersikapnya berdasarkan akidah Islam dan memiliki kemampuan serta keterampilan yang bisa ia gunakan untuk kehidupannya sendiri maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga mereka siap menjadi pemimpin dimasa mendatang yang akan memberi sumbangan yang besar bagi kemajuan peradab suatu bangsa di mana mereka hidup.

Anak unggul tidak lahir begitu saja seperti membalikkan telapak tangan. Namun lahirnya anak unggul membutuhkan suatu proses pendidikan yang berkesinambungan (“dari buaian sampai ke liang lahat”) yang membutuhkan kerjasama dari berbagai komponen yaitu keluarga, sekolah, masarakat dan negara. Keberhasilan suatu tahapan pendidikan perlu diikuti oleh tahapan berikutnya sehingga akan dapat mewujudkan anak yang unggul yaitu anak yang memiliki kepribadian Islam.

Tahap Pendidikan Anak

Tahap pendidikan anak dibagi atas tiga periode. Periode pertama, yakni usia dini. Periode ini adalah tahap pembentukan konsep diri dan pemberian rangsangan (stimulan). Konsep diri anak yang ditanamkan sejak dini adalah anak unggul (sholeh, cerdas dan sehat). Penanaman konsep diri sebagai anak unggul akan memberi nilai positif bagi anak sebagai tabungan energi (motivasi) untuk tampil sebagai individu yang percaya diri dan memiliki positive thingking dan feeling (perasaanpada anak usia dini penting untuk mempermudah dalam memberikan stimulan pada anak dan mempermudah proses pembentukan syakhsiyah Islam sesuai dengan tahap perkembangan anak. Konsep diri sebagai anak unggul tercipta melalui pemberian motivasi-motivasi positif kepada anak sejak dini usia.

Penanaman konsep diri yang positif agar menjadi anak unggul ini telah dicontohkan baginda Rasulullah Muhammad Saw. Beliau dikenal sangat perhatian terhadap anak-anak. Sampai-sampai diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata, "Suatu hari aku sedang bersama anak-anak. Tiba-tiba muncul Rasulullah SAW dan berkata, 'Assalamualaikum, hai anak-anak'."

Rasulullah pun senantiasa memberikan label-label positif untuk mendidik para generasi sahabat terdahulu. Adalah Abdullah bin Umar yang tidak pernah menegakkan sholat malam, lalu Nabi bersabda 'Sebaik-baik laki-laki adalah Abdullah, jika ia melaksanakan sholat malam.' Apa yang terjadi? Sesudah itu Abdullah pun banyak mengerjakan sholat malam dan tidur hanya sebentar.

Subhanallah. Sebuah ungkapan positif yang luar biasa yang mampu memotivasi seseorang tanpa menjatuhkan mental dan harga dirinya. Tentu akan berbeda dampaknya jika kepada Abdullah bin Umar waktu itu dikatakan ‘kamu ini laki-laki yang buruk karena tidak pernah sholat malam.’ Bisa jadi, Abdullah bin Umat bukannya terdorong untuk sholat malam melainkan akan semakin malas mengerjakan sholat malam.

Dari Abdullah bin Ja'far RA ia berkata, "Rasulullah Saw pada suatu hari menaikkan saya di belakang kendaraan beliau. Beliau mengatakan suatu rahasia yang tidak saya bocorkan kepada siapapun juga.” Demikian pula yang terjadi pada Anas ra tatkala dia terlambat pulang karena urusannya dengan Rasulullah Saw. Sang ibu bertanya: “Apa yang menyebabkan engkau terlambat?” Anas menjawab: “rahasia.” Sang ibu berkata: “Jangan sampai engkau buka rahasia Rasulullah Saw kepada siapapun.” Anak itu pun tidak membuka rahasia kepada ibunya. Ia juga menyimpan rahasia dari Tsabit yang biasa mendengar hadits darinya. Anaspun berkata kepada Tsabit: “Demi Allah Swt, jika saya telah menyampaikan rahasia itu kepada seseorang niscaya saya pasti mengatakan kepadamu.”

Begitulah, kepercayaan yang diberikan Rasulullah Saw kepada seorang anak untuk menyimpan rahasia tidak lain adalah untuk membangun rasa percaya diri pada sang anak. Anak merasa dihargai dan dianggap orang penting karena dijadikan tempat untuk menyimpan rahasia penting.

Rasulullah menanamkan rasa percaya diri pada anak dan rasa tanggung jawab memikul suatu amanah. Rasulullah tidak pernah mencela, tetapi selalu menanamkan konsep diri yang positif kepada anak-anak sehingga terlahir generasi yang berkepribadian kuat dan memandang kehidupan dengan penuh optimisme. Contoh anak-anak unggul yang lahir pada era Islam: Abdullah bin Umar, Hasan dan Husein, Abdullah bin Zubair, Usamah bin Zaid, Hubaib bin Zaid, Dirwas bin Hubaib, Iyas bin Muawwiyah, dll.

Dengan demikian, besarkanlah buah hati kita dengan memberikan label-label positif seperti anak sholeh, anak pintar, anak hebat, anak yang baik, anak yang sabar, anak yang penurut, anak yang rajin, ayo kamu pasti bisa, dll. Sebaliknya, jangan menjatuhkan mental anak dengan memberi label-label negatif seperti dasar anak bodoh, anak nakal, anak cengeng, anak bandel, anak badung, sudah besar masak nggak bisa sih, kamu nggak bakalan bisa, alaaah paling juga gagal, jangan coba-coba nanti jatuh, nggak usah membantu malah bikin berantakan, dll. Suatu hal yang berbahaya bila memberikan label-label negatif kepada anak usia dini karena akan melekat terus di benaknya dan terekam hingga ia dewasa. Hal itu akan menghancurkan masa depannya kelak.

Penanaman konsep diri yang positif perlu diikuti dengan pemberian rangsangan (stimulasi) terhadap semua indera anak dengan meberikan informasi yang dikaitkan dengan fakta berdasarkan tahap perkembangannya. Usia 0-2/3 tahun anak belum dapat melakukan komunikasi dua arah sehingga belum bisa memperoleh feedback yang seimbang. Sehingga hal yang harus menonjol dilakukan adalah pemberian informasi dan fakta yang sebanyak-banyak pada anak. Anak sudah dibiasakan mendengarkan ayat-ayat alqur’an dan kalimat-kalimat uang baik (kalimah thoyyibah), berbagai bentuk dan warna. Selain itu perkembangan motorik yang terjadi baru motorik kasar sambil mengasah motorik halus. Suatu hal yang wajar bila anak masih sering melakukan kesalahan-kesalahan dalam melakukan perbuatan yang terkait dengan gerakan motorik. Usia 2/3-4/5 tahun, anak sudah bisa diajak berkomunikasi dan bisa dirangsang daya nalar dan daya imajinasi. Usia ini anak sudah memiliki perkembangan gerakan motorik halus yang baik sehingga sudah bisa diajak melakukan perbuatan-perbuatan dengan benar, misalnya sholat, berwudlu, makan dengan tangan kanan, membuang sampah dengan benar, dll. Saat ini anak sudah bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan disiplin sikap. Periode 4/5 tahun – 6 tahun anak sudah bisa memberikan hujjah/alasan terhadap kesalahan yang dilakukannya. Pada saat ini anak sudah bisa diajak berdialog untuk mengungkapkan pendapat dan perasaanya sambil diikuti dengan meluruskan alasan yang benar dan tepat tetapi tidak dengan cara memaksakan apalagi kekerasan fisik.. Fase ini anak sudah mulai diajak melakukan perbuatan dengan benar dan tepat dan dimulai menerapkan disiplin waktu, misalnya melaksanakan sholat tepat waktu.

Periode kedua adalah tahap pra-baligh, yakni pada usia nyasekolah dasar hingga memasuki usia baligh. Periode ini merupakan tahap latihan dan pendisiplinan bagi anak agar menjadi anak unggul.. Pada masa ini anak sudah mulai terbiasa melakukan suatu aktivitas dengan benar dan tepat dan sudah bisa menerapkan perbuatan yang terkait dengan disiplin waktu. Bila masih melakukan kesalahan dengan sengaja orangtua sudah bisa melakukan pemberian sanksi bertujuan melatih anak untuk sudah terikat dengan suatu aturan. Rasulullah Saw telah bersabda: “Perintahlah anak-anakmu shalat di usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat di usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur anak satu dengan yang lainnya.” Pemberian sanksi berupa pemukulan hanya diberlakukan bagi pelanggaran kewajiban bukan terhadap yang sunnah dan mubah. Itupun dilakukan dengan sebelumnya telah melatih anak melakukan sholat pada usia 7 tahun.

Periode ketiga, yakni usia baligh hingga dewasa. Tahap ini merupakan periode pematangan dan penguatan kualitas anak unggul. Pada usia ini seorang anak harus sudah siap menerima kewajiban-kewajiban sebagai seorang mukaalf (orang yang dibebani hukum). Anak sudah dengan sukarela menjalankan sholat, menutup aurat, mengaji, dan berbagai kewajiban lainnya tanpa paksaan. Anak sudah memiliki kesadaran akan hakikat hidup dan posisinya sebagai hamba Allah Swt. Anak sudah memiliki kepribadian Islam. Pola pikir dan pola sikapnya sudah terbentuk sesuai dengan standar Islam. Periode ini akan dapat dilalui oleh seorang anak dengan mudah jika pondasinya sudah ditanamkan pada masa usia dini dan telah dibiasakan pada usia pra-baligh.

Dengan demikian, tampak jelasnya pentingnya pendidikan usia dini bagi perkembangan anak pada tahap-tahap kehidupan sesudahnya. Jika pendidikan pada usia dini ini sukses, maka insya Allah akan mampu mengantarkan anak menjadi pribadi yang unggul, harapan orang tua, umat dan negara.

Pelaku Pendidikan Anak Dini Usia

Keberhasilan pendidikan anak usia dini tergantung pada peran serta semua komponen yang terlibat di dalamnya, yakni keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat dan negara.

1. Keluarga

Orang tua adalah madrasah (sekolah) pertama dan utama bagi anak, terutama ibunya. Dari ibunyalah anak belajar merasakan kehangatan, kasih sayang dan berbagai rangsangan. Anak adalah amanat Allah Swt yang tak ternilai harganya. Kesucian jiwa seorang anak merupakan pertaruhan bagi setiap orang tua agar tak ternoda. Oleh karena itu, setiap perkembangan jiwa dan raga anak harus menjadi perhatian serius setiap orangtua. Jangan sampai kesucian jiwa anak terkontaminasi oleh virus-virus kemungkaran yang dapat merusak akidahnya, pendidikannya, akhlaknya dan masa depannya. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi, majusi dan nasrani” (HR.Muslim)

Salah satu caranya adalah dengan menanami jiwa mereka yang masih suci dan polos dengan akar akidah ketauhidan, ditaburi benih-benih akhlak yang mulia, disirami kasih sayang, dan dipenuhi limpahan perhatian. Insya Allah mereka akan menjadi anak yang sholeh. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah dalam rangka mempersiapkan generasi yang tangguh dan berkualitas.

Rasulullah melakukan itu semua, karena anak merupakan buah hati dan makhluk suci. "Anak adalah 'buah hati', karena itu termasuk dari bau surga" (HR Tirmidzi) Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seseorang diantara kamu yang memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan kemudian mendidik mereka dengan sebaik-baiknya kecuali ia akan masuk surga” (HR.At-Tirmidzy dari Abu Said Al-Hudri). Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa mempunyai dua anak perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan menyebabkannya masuk surga.” (HR Al Bukhary).

Imam Al-Ghazali berkata, “Anak itu amanah Allah bagi kedua orangtuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah bersahaja, bersih dari setiap lukisan dan gambar. Ia menerima setiap yang dilukiskan, cenderung ke arah apa saja yang diarahkan kepadanya. Jika ia dibiasakan belajar dengan baik ia akan tumbuh menjadi baik, beruntung di dunia dan diakhirat. Kedua orangtuanya semua gurunya, pengajar dan pendidiknya sama-sama mendapat pahala. Dan jika ia dibiasakan melakukan keburukan dan diabaikan sebagaimana mengabaikan hewan, ia akan celaka dan rusak, dan dosanya menimpa pengasuh dan orang tuanya.”

Pendidikan yang baik merupakan pemberian terbaik orangtua kepada anak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak ada pemberian orangtua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (HR.At-Tirmidzy)

Pentingnya pendidikan bagi anak oleh orang tua juga ditegaskan shahabat 'Aly bin Abi Thalib r.a; “Ajarilah anak anakmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu.” Maknanya, orang tua harus mengajarkan segala hal kepada anak agar ia kelak siap menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah.

Orang tua memiliki kelebihan dalam mendidik anak karena dapat dilakukan sepanjang waktu dan disertai kasih sayang. Berbeda dengan pendidikan di sekolah di mana waktunya terbatas dan tidak disertai kasih sayang hakiki. Kasih guru kepada muridnya tentu berbeda dengan kasih orang tua kepada anaknya.

Pada usia dini (terutama 1-3 tahun) seringkali anak sudah dilibatkan dalam kegiatan sekolah yang disebut preschool atau play group. Bahkan akibat gencarnya gerakan wanita karier, tidak sedikit anak-anak di bawah 1 tahun (baca: bayi) sudah harus diasuh di sekolah-sekolah (tepatnya penitipan anak). Ini bisa berdampak kurang baik bagi perkembangan anak.

Penelitian menunjukkan, anak yang tidak diasuh ibunya mempunyai keterbelakangan mental psikologi bila dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh ibunya. Di dalam penelitiannya Rene Spitz membandingkan perkembangan bayi yang diasuh di penitipan anak dan bayi yang lahir di penjara namun mendapat perawatan ibunya. Rene menemukan bahwa unsur kelekatan antara ibu dan anak ternyata memegang peranan penting, di mana anak di penitipan anak terlihat depresi mental dan kurang kasih sayang. (Rene Spitz dalam Roberta Berr, 1985).

Selain itu, Bronfenbrenner dalam penelitiannya di Amerika Serikat membuktikan, anak-anak yang pernah memasuki penitipan anak dalam kesehariannya akan bersosialisasi dengan kawan sebayanya saja, sehingga mempunyai sikap lebih agresif, egosentris dan impulsive dibanding anak-anak yang mendapat perawatan di rumah. (Roberta Berr, 1985). Karena itu, wajib bagi ibu untuk mendidik anak-anak di rumah pada usia dini karena memang itulah tugas seorang ibu.

Bagaimana pola pengasuhan dan pendidikan anak ini? Pengasuhan anak di keluarga umumnya berlangsung dalam lingkungan yang over protectif dari ibunya. Akibatnya anak menjadi kurang kreatif dan bersifat menunggu. Menurut Parsons, dalam differensiasi peranan antara orang dan anak kadangkala orang tua memakai sumbu vertikal di mana ibu/bapak adalah leader dan anak adalah follower (Parsons, 1992). Di sini posisi anak dipandang semata-mata sebagai obyek yang tidak berdaya, harus menurut dan sederet sebutan yang memandang anak pada posisi lemah. Pendidikan yang berorientasi pada orang tua (parents perspective) ini sangat tidak menguntungkan bagi tumbuh kembang anak.

Pendidikan dan pengasuhan anak yang harus dikembangkan dalam upaya mengembangkan kreativitas dan tumbuh kembang anak usia dini adalah children perspective, yakni pendidikan yang berpusat pada anak. Ini akan membuat anak sejak usia dini sudah mengenal rasa tanggung jawab, empati dan tidak pemalu (karena pendapatnya didengar atau diterima). Mengapa harus demikian? John Bolby mengatakan, pada dasarnya praktik pengasuhan anak selalu ditandai dengan adanya attachment yaitu interaksi yang terjadi antara ibu dan anak dalam rangka pemenuhan kebutuhan anak. Pada usia dini, anak memang sepenuhnya akan menyandarkan diri dalam memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan anak yang terpenuhi akan menjadikan rasa aman sehingga membentuk rasa percaya diri (John Bolby dalam Elizabeth B Hurlock, 1990)

2. Sekolah

Sedangkan usia 4-6 tahun anak-anak biasanya duduk di bangku sekolah taman kanak-kanak (TK). Karena itu, selain keluarga, sekolah di mana anak-anak usia dini ini berada sangat berperan dalam membentuk konsep diri anak. Untuk itu sekolah harus memiliki visi dan misi untuk membentuk anak unggul, bukan hanya cerdas dari sisi IQ semata, melainkan anak sholeh dan sehat. Para pembina di sekolah, terutama guru yang paling intens berinteraksi dengan anak harus memahami konsep-konsep pendidikan anak usia dini selaras dengan apa yang dipahami orang tua di rumah. Dengan demikian tidak terjadi kerancuan pemahaman bagi anak dan tidak terjadi dikotomi antara ‘pelajaran’ di rumah dengan pelajaran di sekolah. Ini penting untuk menciptakan figur orang tua sebagai guru di rumah. Umumnya, anak yang sudah mengenal pendidikan sekolah akan lebih percaya pada gurunya dibanding orang tuanya dalam hal pembelajaran. Ini yang harus diubah.

Di masa usia TK ini pula anak-anak tidak seharusnya diwajibkan untuk belajar ‘serius’, tetapi harus sambil bermain. Penelitian Kemajuan Belajar Anak SD di DKI Jakarta yang dilakukan Universitas Indonesia (1981) menunjukkan, anak usia TK yang diforsir dengan belajar dan belajar memiliki dampak yang tidak menguntungkan. Mungkin saja anak-anak cepat pintar pada usia TK, dan kemudian pintar pada kelas 1, 2 dan 3, namun makin lama menjadi makin tidak pintar di kelas yang lebih tinggi. Ini karena anak usia TK belum siap dengan sistem belajar yang serius sehingga kelak timbul kejenuhan, meskipun dia sudah bisa ‘dididik’.

Karena itu, proses belajar di TK haruslah dengan sistem bermain. Sebab penelitian tersebut membuktikan, mereka yang kebutuhan bermainnya terpenuhi, makin tumbuh dengan memiliki keterampilan mental yang lebih tinggi, untuk menjelajahi dunia lebih lanjut dan menjadi manusia yang memiliki kebebasan mental untuk tumbuh kembang sesuai potensi yang dimilikinya. Ia terlatih untuk terus menerus meningkatkan diri mencapai kemajuan.

Ada dua pendekatan dalam metode pembelajaran di TK. Pertama, pendekatan yang berpusat pada guru (teacher oriented) di mana guru berperan mengajarkan anak, anak sebagai pendengar (pasif). Pada pendekatan pertama ini guru kurang memberikan kesempatan pada anak untuk berpikir, kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaannya dan menemukan pemecahan masalahnya sendiri. Anak-anak lebih banyak duduk di bangku mendengarkan penjelasan guru. Guru hanya memfokuskan diri pada kurikulum. Guru berasumsi bahwa anak adalah ibarat botol kosongd an guru mengisi botol tersebut dengan berbagai informasi yang sudah matang.

Kedua, pendekatan yang berpusat pada anak (children oriented), di mana guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran anak (anak yang aktif). Pada pendekatan ini guru berpegang pada panduan kemampuan yang akan dicapai anak. Di sini guru memberikan kesempatan pada anak untuk mengutarakan pengalaman dan perasaannya melalui berbagai interaksi antara guru dengan anak atau antarsesama anak. Pengaturan bangku kelas tidak seperti di sekolah, terkadang dibuat lingkaran, dalam kelompok kecil dan terkadang di tikar atau halaman luar. Sehingga anak dengan bebas dapat melakukan apapun, memegang atau menulis dengan caranya sendiri dan menguraikan pengalamannya sendiri.

3. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat tempat tinggal anak adalah tempat anak menyerap informasi, fakta dan belajar bahasa. Tempat di mana anak bergaul dan bersosialisasi ini turut mendukung terwujudnya konsep diri anak yang unggul. Oleh karena itu masyarakat harus memiliki kesadaran penuh untuk memberikan suasana yang kondusif bagi perkembangan mental anak.

Lingkungan sekitar anak usia dini haruslah dapat menciptakan kebutuhan untuk mengeksplorasi diri secara aman, tersedianya kesempatan bermain yang beragam dan sesuai dengan perkembangannya. Semakin dini usianya maka semakin besar kebutuhannya akan ruang yang dapat dieksplorasi secara fisik.

Selain itu, lingkungan harus turut mendukung terciptanya nilai-nilai tauhid dalam diri anak dan pembiasaan-pembiasaan yang baik bagi perkembangan ruhiyahnya. Lingkungan yang penuh dengan kemaksiatan jelas akan berbahaya bagi perkembangan mental anak. Misalnya lingkungan yang menjadi pusat perjudian atau mabuk-mabukan.

4. Negara

Negara wajib memberikan fasilitas bagi terselenggarakannya pendidikan anak usia dini, khususnya agar anak dapat mengeksplorasi lingkungan dengan aman dan nyaman. Misalnya dengan membangun sarana-sarana bermain anak yang memadai. Selama ini, akibat pembangunan seringkali lahan bermain anak-anak menjadi korban. Lapangan, taman atau kebun tempat bermain semakin minim, khususnya di kota-kota besar. Kalaupun ada taman bermain, harus membayar dengan biaya yang tidak sedikit.

Negara juga wajib menelurkan kebijakan-kebijakan yang mendukung bagi optimalisasi pendidikan anak usia dini. Antara lain memberikan penyuluhan akan pentingnya PAUD, meningkatkan kualitas para ibu dan instansi yang berkaitan dengan PAUD, memberikan kesempatan kepada para wanita (kaum ibu) untuk mendidik anaknya sendiri tanpa harus dibebani tugas mencari nafkah, dll. Negara juga harus mengontrol berbagai hal agar mendukung pelaksanaan tugas-tugas para ibu secara optimal.

Bukan itu saja, negara juga wajib menjamin kecukupan pangan bagi masyarakatnya agar anak usia dini tidak menjadi korban, misalnya malnutrisi atau menjangkitnya penyakit yang menyerang anak usia dini. Karena itu, fasilitas kesehatan yang murah wajib diberikan kepada masyarakat.

Dengan sinergi antara keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat dan negara dalam perannya masing-masing, insya Allah penanaman konsep anak unggul pada anak usia dini dapat dilakukan tanpa hambatan. Dengan demikian hasilnya dapat dipanen di masa mendatang.


Artikel ini telah dipubkikasikan pada Sunday, 11 May 2008.

Sumber : http://www.tokoislamonline.com/article_info.php?articles_id=4

Launching HS Anak Shaleh 02

HS Anak Shaleh sedang memperluas jangkauan kepada masyarakat pengguna jasa pendidikan anak usia dini. Dalam tahap awal HS Shaleh akan membuka cabang pertama di Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. Selanjutnya lembaga ini dikenalkan dengan nama HS Anak Shaleh 02. Sebagimana HS Anak Shaleh 01 yang memfokuskan pada pendidikan anak usia dini, maka HS Anak Shaleh 02 akan mengikuti jejak langkah pendahulunya.

Untuk memperkenalkan kepada para orang tua yang akan menyekolahkan di HS Anak Shaleh 02, akan diadakan acara launching pada hari Sabtu tanggal 2 Mei 2009. Acara akan diadakan di tempat yang digunakan sebagai tempat pendidikan HS Anak Shaleh 02. Anda yang berminat silahkan hubungi Ibu Nisa' di nomor telepon 9696.6006.

18 April, 2009

Andriani, SH

Andriani, SH yang sering dipanggil dengan Bu Ani adalah salah satu pendiri HS Anak Shaleh. Selain itu, Bu Ani juga banyak membantu berlangsungnya proses belajar dan mengajar HS Anak Shaleh. Pengalaman menjadi pegawai di salah satu instansi pemerintah sangat bermanfaat untuk memajukan HS Anak Shaleh.

Erianus Rivai

Erianus Rivai yang disapa akrab dengan panggilan Pak Eri adalah salah satu pendiri dan pendukung HS Anak Shaleh. Pria kelahiran Sumatera Barat ini banyak berpengalaman di bidang IT. Dalam jajaran HS Anak Shaleh Pak Eri sangat concern untuk mengembangkan sarana dan prasarana proses belajar dan mengajar. Pak Eri selalu memberikan ide-ide baru agar HS Anak Shaleh semakin meningkat kualitasnya.

MENANAMKAN AQIDAH ANAK USIA 0 S.D 3 TAHUN


Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir, kepada qadla dan qadar baik buruk keduanya dari Allah SWT. Keimanan terhadap keenam rukun iman tersebut haruslah didapat dengan proses berpikir dan dilandaskan pada dalil naqli maupun aqli. Akal memiliki peran yang sangat besar dalam proses keimanan seseorang.


“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan binatang-binatang melata yang berterbaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang meyakini.” (Al-Jaatsiyat 3-4)

MENANAMKAN AQIDAH

ANAK USIA 0 SAMPAI 3 TAHUN.

Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir, kepada qadla dan qadar baik buruk keduanya dari Allah SWT. Keimanan terhadap keenam rukun iman tersebut haruslah didapat dengan proses berpikir dan dilandaskan pada dalil naqli maupun aqli. Akal memiliki peran yang sangat besar dalam proses keimanan seseorang.

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan binatang-binatang melata yang berterbaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang meyakini.” (Al-Jaatsiyat 3-4)


Menanamkan aspek keimanan kepada anak dapat dilakukan dengan mencoba mempelajari proses kehidupan Rasulullah SAW selama bergaul dengan anak-anak dan langkah-langkah yang dilakukan Beliau dalam membina dan mendidik pribadi mereka. Kita akan menemukan lima pola dasar pembinaan aqidah sebagai berikut : Mengajarkan kalimat tauhid, Menanamkan cinta kepada Allah SWT, Menanamkan cinta pada Rasulullah SAW, Mengajarkan Al-Qur’an dan mendidik anak berpegang teguh pada aqidah dan rela berkurban.

Perkembangan Anak Usia 0-3 tahun

Secara fisik anak usia 3 tahun sudah mampu melakukan gerakan-gerakan motorik yang sederhana. Seperti berdiri dalam keadaan siap, berdiri dengan 1 kaki selama 30 detik, melompat-lompat seperti katak, naik dan turun tangga, mengayunkan lengan secara berulang-ulang, melambungkan bola dan menendang bola dalam keadaan diam. Perkembangan motorik halusnya antara lain bisa meniru gerak gerik tangan, memegang pensil, membuat sesuatu dengan benda yang lunak (plastisin), membalik halaman buku satu persatu, menarik garis datar dan tegak, melipat, dan menggunting mengikuti garis lurus.

Anak sampai usia 3 tahun juga sudah dapat menberikan informasi tentang dirinya (nama panggilan dan umur), menirukan kembali urutan kata (2 kata), mengikuti perintah sederhana, menyanyikan satu lagu, mengemukakan keinginan, mengungkapkan rasa, menyebutkan bilangan , dan senang mendengarkan orang bercerita. Anak juga sudah mulai mandiri, tidak tergantung sepenuhnya pada orang tua. Bisa makan dan minum sendiri, membuka dan menutup pintu, membuka celana dan baju, mencuci tangan sendiri dan buang air sendiri. Perkembangan kognitifnya antara lain bisa menyebutkan 4 warna, membedakan ukuran benda besar dan kecil, mengetahui bentuk lingkaran, segitiga dan segi empat. Anak juga akan terus bertanya dengan menggunakan kata “apa”.

Sekalipun belum fasih mengucapkannya, anak usia 3 tahun sudah dapat melafadzkan doa dan hadits, melafadzkan dan hafal kalimat-kalimat thoyyibah. Anak juga mulai dapat mengenal dan mau melakukan gerakan wudlu dan shalat sekalipun belum berurutan.

Penanaman Aqidah Pada Anak 0-3 tahun

1. Mengajarkan Kalimat Tauhid

Ibnu Abbas ra menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jadikanlah kata-kata pertama kali yang diucapkan seorang anak adalah kalimat Laa ilaaha illallaah. Dan bacakan padanya ketika menjelang maut kalimat Laa ilaaha illallaah”. (HR. Al-Hakim).


Tujuan dari memperdengarkan dan mengajarkan kalimat tauhid ini agar pertama kali yang didengar anak yang baru lahir adalah kalimat tauhid. Jadikan suara yang didengar pertama oleh mereka adalah pengetahuan tentang Allah, keesaanNya. Mengajarkan kalimat tauhid sejak dini juga dilakukan dengan memperdengarkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra:

“Bahwa Nabi SAW telah meyuarakan adzan pada telinga Al- Hasan Bin Ali (yang sebelah kanan) ketika ia dilahirkan dan menyuarakan iqomat pada telinga kirinya”.


2.
Mengenalkan dan Menanamkan Cinta Pada Allah

Mengenalkan Allah pada anak usia di bawah 3 tahun juga dapat dilakukan dengan terus menerus melafadzkan kalimat thoyyibah. Seperti mengucapkan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akabar disertai dengan aktivitas yang dilakukan sehingga anak bisa menyambungkan bacaan dan aktivitasnya. Misalnya Alhamdulillah diucapkan sebagai wujud rasa syukur ketika selesai melakukan aktivitas tertentu. Subhanallah dilafadzkan jika melihat ciptaan Allah dan sebagainya. Selain itu anak juga mulai dapat dikenalkan Allah melalui ciptaanNya. Anak-anak seusia ini sangat senang dengan binatang. Anak bisa kita ajak ke kebun binatang, mendengarkan suara-suara binatang, bernyanyi dan lain-lain. Tentang siapa Allah, ajarkan Surat Al-Ikhlas dengan artinya, dan juga lagu-lagu yang syairnya dapat mengenalkan anak pada Allah SWT.


3. Menanamkan Cinta pada Rasul

Rasulullah SAW bersabda:


“Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai nabi kamu, mencintai ahli baitnya dan membaca Al-Qur’an. Sebab orang-orang yang memelihara Al-Qur’an itu berada dalam lindungan singasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain dari pada perlindunganNya beserta para NabiNya dan orang-orang yang suci” (HR. Ath-Thabrani)

Para sahabat dan ulama salaf sangat suka menceritakan sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW terhadap anak-anak mereka, dengan diselingi materi pelajaran Al-Qur’an. Pemahaman terhadap sejarah kehidupan Nabi diyakini akan memberikan pengaruh kepada pendidikan dan perkembangan jiwa anak. Karena pemahaman yang baik terhadap kepribadian Nabi SAW, secara tidak disadari akan menumbuhkan rasa cinta anak terhadap pribadi beliau. Beliau akan dijadikan sebagai tokoh pujaan yang pada akhirnya anak akan berusaha meniru apa yang beliau telah lakukan selama hidupnya. Langkah semacam ini secara perlahan akan membentuk pribadi anak tidak lepas dari patokan agama, mampu memahai makna cinta yang sebenarnya terhadap beliau, serta memiliki semangat jihad yang tinggi dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari lingkungan yang penuh dengan kesesatan menuju lingkungan yang baik, dari dunia yang penuh dengan kebatilan menuju dunia yang penuh dengan kebenaran, dan dari lingkungan yang penuh kebodohan menuju cahaya Islam yang gemilang.


4.
Mengajarkan Al-Qur’an


Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak berarti mengajak anak untuk dekat kepada pedoman hidupnya. Dengan cara itu, mudah-mudahan kelak ketika dewasa anak-anak benar-benar dapat menjalani hidup sesuai dengan Al-Qur’an. Inilah satu-satunya jalan untuk membentuk menjadi manusia yang shaleh. Mengajarkan Al-Qur’an pada anak 0 sampai 3 tahun dapat dilakukan dengan mulai mengenalkan, memperdengarkan, dan menghafalkan. Tak heran bila Rasulullah mengingatkan kita untuk mendidik anak dengan al Qur’an.

“Sesungguhnya Al-qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (QS. Al-Isra : 9).


Mengenalkan Al-Qur’an

Saat yang paling tepat mengenalkan Al-Qur’an adalah ketika anak sudah mulai tertarik dengan buku. Anak usia 2 sampai 3 tahun biasanya sudah mulai tertarik dengan buku. Hal ini penting, karena banyak orang tua yang lebih suka menyimpan Al-Qur’an di rak lemari paling atas. Sesekali perlihatkanlah Al-Qur’an kepada anak sebelum mereka mengenal buku-buku lain, apalagi buku dengan gambar-gambar yang lebih menarik. Mengenalkan Al-Qur’an juga bisa dilakukan dengan mengenalkan terlebih dulu huruf-huruf hijaiyyah. Bukan mengajarinya membaca, tetapi sekedar memperlihatkannya sebelum anak mengenal A, B, C, D. Tempelkan gambar-gambar tersebut ditempat yang sering dilihat anak.Tentu dilengkapi dengan gambar dan warna yang menarik. Dengan sering melihat, akan memancing anak untuk bertanya lebih lanjut. Saat itulah kita boleh memperkenalkan huruf-huruf Al-Qur’an.


Memperdengarkan

Memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an bisa dilakukan secara langsung atau dengan memutar kaset atau CD. Kalau ada teori yang mengatakan bahwa mendengarkan musik klasik pada janin dalam kandungan akan meningkatkan kecerdasan, Insya Allah memperdengarkan Al-Qur’an akan jauh lebih baik pengaruhnya buat bayi. Apalagi jika ibu yang membacanya sendiri. Ketika membaca Al-Qur’an, suasana hati dan pikiran ibu akan menjadi lebih khusyu’ dan tenang. Kondisi seperti ini, akan sangat membantu perkembangan psikologis janin yang ada dalam kandungan karena secara teoritis, kondisi psikologis ibu tentu akan sangat berpengaruh pada perkembangan bayi khususnya perkembangan psikologisnya. Ibu yang sering mengalami stress, tentu akan berpengaruh buruk pada kandungannya.


Memperdengarkan Al-Qur’an bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Juga tidak mengenal batas usia anak. Untuk anak-anak yang belum bisa bicara, Insya Allah lantunan ayat al Qur’an itu akan terekam dalam memorinya. Dan jangan heran kalau tiba-tiba si kecil lancar melafadzkan surat al-Fatihah, misalnya begitu dia bisa bicara. Untuk anak yang lebih besar, memperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an (surat-surat pendek) terbukti memudahkan anak menghafalkannya.


Menghafalkan

Menghafalkan Al-Qur’an bisa dimulai sejak anak lancar berbicara. Mulailah dengan surat atau ayat yang pendek. Atau potongan lafadz dari sebuah ayat (misalnya fastabiqul khayrat, hudallinnas, birrulwalidayn dan sebagainya). Menghafal bisa dilakukan dengan cara sering-sering membacakan ayat-ayat tersebut kepada anak, dan latihlah anak untuk menirukannya. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai anak hafal di luar kepala. Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak. Menghafal bisa dilakukan kapan saja. Usahakan di saat anak merasa nyaman. Walau demikian, hendaknya orang tua tetap mempunyai target baik tentang ayat, atau jumlah yang akan dihafal anak.


5.
Mendidik Berpegang Teguh Pada Aqidah dan rela Berkurban


Aqidah yang tumbuh dan tertanam dalam jiwa anak merupakan sesuatu yang sangat penting sebagai salah satu pijakan dan pedoman hidup dalam menata masa depan yang berarti dan secara tidak langsung berdampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat. Karena itu penanaman aqidah pada anak sejak dini merupakan sarana pendidikan yang efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Dan diakui bahwa aqidah yang tertanam dalam jiwa anak akan semakin kokoh apabila anak bersangkutan memiliki nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan dalam dirinya untuk membela aqidah yang diyakini kebenarannya, bahkan tidak peduli terhadap resiko yang mengancam dirinya. Semakin kuat nilai perjuangan dan pengorbanan seseorang akan semakin kokoh pula aqidah yang dimiliki.

Ceritakan kisah anak-anak para sahabat yang sangat antusias mempelajari ajaran Islam, bahkan tidak sedikit yang berani berkurban untuk menegakkan dan mengharumkan kalimat Allah. Imam Ahmad dan Bukhari mengeluarkan sebuah hadits yang bersumber dari Anas Bin Malik r.a yang menceritakan bahwa Haritsah Bin Ar-Rabi’ r.a ikut dalam perang Badar, padahal dia masih kecil. Tiba-tiba sebatang anak panah mengenai urat lehernya, dan mati syahidlah dia. Mendengar berita bahwa anaknya telah gugur di medan perang, ibunya menemui Rasulullah SAW seraya berkata’ “Ya Rasulullah, aku mendengar anakku, Haritsah telah gugur. Jika ia termasuk ahli syurga, aku akan tabah menghadapi musibah ini. Namun, jika terjadi sebaliknya maka Allah akan melihat apa yang akan aku lakukan ini”


Rasulullah SAW bersabda, “Wahai ibunya Haritsah, anakmu tidak hanya ada di dalam syurga, bahkan dia berada di dalam syurga yang banyak. Dia menjadi ahli firdaus yang paling tinggi”.

Wallahu’alam bi Al-Shawab

Sumber:http://eldiina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=61&Itemid=43

Melatih Anak Gemar Bersedekah



Oleh Zulia Ilmawati

Ada suatu kebiasaan menarik yang dilakukan keluarga ibu Rani setiap menjelang bulan Ramadhan. Kebiasaan ini tergolong langka, tapi itulah yang dilakukan Ibu Rani untuk mendidik 3 anaknya beramal shalih sejak dini. Menjelang bulan puasa tiba ibu Rani selalu menyiapkan 3 celengan tanah liat yang sengaja dibelinya di pasar. Ini sudah yang ketiga kalinya. Celengan itu akan dibagikan untuk ketiga anaknya, dan diisi selama bulan Ramadhan dari uang jajan yang biasa diberikan anak. Celengan-celengan itu akan di pecah ramai-ramai lima hari menjelang lebaran. Untuk apa? Bukan untuk membeli baju baru, tapi dibagikan kepada anak-anak yatim di sekitar rumahnya.

Melatih Anak Gemar Bersedekah

Oleh Zulia Ilmawati

Ada suatu kebiasaan menarik yang dilakukan keluarga ibu Rani setiap menjelang bulan Ramadhan. Kebiasaan ini tergolong langka, tapi itulah yang dilakukan Ibu Rani untuk mendidik 3 anaknya beramal shalih sejak dini. Menjelang bulan puasa tiba ibu Rani selalu menyiapkan 3 celengan tanah liat yang sengaja dibelinya di pasar. Ini sudah yang ketiga kalinya. Celengan itu akan dibagikan untuk ketiga anaknya, dan diisi selama bulan Ramadhan dari uang jajan yang biasa diberikan anak. Celengan-celengan itu akan di pecah ramai-ramai lima hari menjelang lebaran. Untuk apa? Bukan untuk membeli baju baru, tapi dibagikan kepada anak-anak yatim di sekitar rumahnya.

Mengembangkan Empati Anak Lewat Bersedekah

Bersedekah merupakan pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah. Dari segi bentuknya, sedekah sesungguhnya tidak dibatasi pemberian dalam bentuk uang, tetapi sejumlah amal kebaikan yang dilakukan seorang muslim. Rasulullah SAW bersabda:

“ Setiap muslim wajib bershadaqah”; para sahabat bertanya: “Bagaimana bila ia tidak mempunyai sesuatu untuk dishadaqahkan?” Nabi menjawab: “Hendaklah ia bekerja hingga dapat mencukupkan kebutuhannya sendiri dan dapat pula bershadaqah”; para sahabat bertanya lagi: Bila ia tidak dapat bekerja bagaimana?” Nabi menjawab: “Hendaklah ia menolong orang yang memerlukan pertolongan”; para sahabat bertanya pula: “Bila ia masih tidak juga bagaimana?” Nabi menjawab: “Hendaklah ia menyuruh orang lain berbuat baik”; para sahabat masih bertanya lagi: “Bila beramar ma’rufpun ia tidak dapat, bagaimana?” Nabi menjawab: “Hendaklah ia menahan diri dari keburukan; sungguh menahan diri dari keburukan itu merupakan shadaqah” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim dan An-Nasaai)

Bersedekah di bulan Ramadhan mempunyai nilai pahala yang sangat tinggi. Itulah kenapa ibu Rani menyengaja melakukan kebiasaan itu di bulan Ramadhan. Tentu juga karena nilai pahala yang sangat berlipat yang dengan itu akan lebih memotivasi anak untuk bersedekah. Rasulullah SAW bersabda:

Seutama utama sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan” (HR. Turmudzi)

Bersedekah selain merupakan sarana beribadah juga bisa digunakan untuk melatih empati anak pada orang lain. Empati berarti menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Mempunyai rasa empati adalah keharusan seorang manusia, karena di sanalah terletak nilai kemanusiaan seseorang. Karena itu, setiap orang tua wajib menularkan rasa empati kepada anak-anaknya.

Rasa empati pada anak harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.Banyak segi positif bila kita mengajarkan anak berempati. Mereka tidak akan agresif dan senang membantu orang lain. Karena empati berhubungan dengan kepedulian terhadap orang lain, tak heran kalau empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang, bersedekah, atau meberikan sesuatu pada orang lain.

Rasulullah pun sangat menekankan pentingnya mengembangkan sikap empati ini. Gambaran orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling berempati di antara sesama mereka adalah laksana satu tubuh, jika ada sebagian dari anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuh akan ikut merasakan sakit.
Menurut Psikolog, Dra Henny Eunike Wirawan, M.Hum, anak bisa diajari konsep empati sejak usia 2 tahun, saat mereka sudah mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Biasanya dari hal-hal yang sederhana. Contoh ketika anak sedang makan dan di sampingnya ada orang, maka ajarkanlah anak untuk menawarkan makanannya. Dengan begitu anak biasa berbagi dan peduli pada orang lain.

Kiat Agar Anak Gemar Bersedekah

  1. Berikan motivasi melalui hadits dan ayat-ayat yang berbicara tentang sedekah

Motivasi adalah dorongan yang timbul dalam diri seseorang. Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan hadits Rasulullah yang menggambarkan tentang pahala orang yang menafkahkan sebagian hartanya. Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut hendaknya sudah mulai dikenalkan kepada anak sejak dini. Dengan membacakanya, menghafal, dan mengkajinya akan memberikan motivasi yang luar biasa buat anak. Cara mengkajinya tentu dengan bahasa yang mudah dipahami anak-anak. Ayat dan hadits yang bisa disampaikan antara lain:

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Luas (KurniaNya) lagi Maha Mengetahui” (QS. 2:261)

“Setiap pagi ada dua Malaikat yang turun di langit dunia untuk memanjatkan doa kepada Allah; yang satu berdoa: “Ya Allah berikanlah ganti kepada orang yang mau membelanjakan hartanya; yang lain memanjatkan doa: Ya Allah berilah kerusakan pada harta orang yang tidak mau membelanjakannya’ (HR. Bukhari Muslim)

  1. Bacakan cerita-cerita sahabat Rasulullah yang gemar menafkahkan hartanya

Rasanya tidak ada anak-anak yang tidak suka cerita. Apalagi kalau yang bercerita adalah ibunya. Bercerita merupakan suatu aktivitas dimana anak memperoleh rasa senang ketika mendengarkan cerita yang dibacakan. Anak akan merasa senang bukan hanya karena mendengarkan suatu cerita, namun juga merasa dirinya diperhatikan dan diperlakukan secara spesial. Hal ini akan membantu menciptakan rasa aman dan percaya diri buat anak. Kesukaan anak-anak mendengarkan cerita biasanya didukung oleh kemampuan mereka memusatkan perhatian untuk beberapa lama terhadap obyek tertentu. Dan ini umumnya terjadi pada usia sekitar 3 atau 4 tahun.

Banyak memang buku cerita anak-anak yang berada di pasaran. Tapi orang tua yang bijak tentu tidak akan asal memilih buku, tetapi membeli yang sekaligus dapat menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak. Selain untuk menyampaikan pesan, membacakan buku cerita juga akan lebih mempererat hubungan ibu dengan anak, menambah perbendaharaan bahasa anak yang akan membantu perkembangan kemampuan sosialisasinya. Sekaligus untuk memberikan pembelajaran bagi anak agar kelak gemar membaca. Cerita tentang bagaimana Abu Bakar Ashidiq menyerahkan sebagian besar hartanya untuk dakwah, Aburrahman Bin Auf sahabat yang sangat kaya raya. Kekayaannya yang banyak dan melimpah ruah. Dialah seorang mukmin yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian keuntungan duniannya oleh karena keuntungan agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah r.a yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tak terkira, dengan puas dan rela. Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam usia tujuh puluh lima tahun, Abdurrahman Bin Auf menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang mukmin yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi SAW memasukkannya dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga. Subhanallah.

3. Keteladanan

Keteladanan merupakan metode yang sangat baik dalam pendidikan, apalagi dalam periode awal kanak-kanak. Pada tahun-tahun pertama obyek peniruan anak umumnya masih berkisar orang-orang di sekitar rumah, biasanya ayah atau ibu. Anak meniru tidak saja gerak tubuh, rasa senang, dan tidak senang, sikap agama, hobi tetapi juga ekspresi emosional orang tua. Dalam kenyataannya, kemampuan anak dalam meniru sesuatu lebih cepat daripada yang kita bayangkan. Anak adalah duplikasi dari orang tuanya. Jika orang tua berbuat baik, maka anak biasanya juga akan berbuat baik. Dalam melakukan peniruan, umumnya anak akan meniru apa yang dilakukan orang tua, bukan apa yang dikatakannya.

Seorang anak yang melihat ibu dan ayahnya shalat lima kali sehari, membaca Al-Qur’an, berdoa kepada Allah dan berzikir, baik di waktu petang dan tengah malam, Insya Allah semua itu akan terlukis pada diri anak, sehingga ia akan selalu melaksanakan ajakan-ajakan yang ia dengar tiap pagi dan sore. Tingkah laku meniru adalah tingkah laku yang sangat menonjol pada anak-anak. Semakin bertambah usia anak, tidak hanya tingkah laku yang tampak saja yang akan ditirunya, tetapi juga sikap seseorang terhadap sesuatu. Oleh karena itu, orang tua harus bisa menjadi model yang baik. Bila dalam keseharian orang tua biasa memperlihatkan kepekaan serta kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, mampu berempati, bukan tidak mungkin anak akan menirunya. Sejalan dengan perkembangannya, akan meningkatkan kemampuan anak untuk memahami berbagai macam hal, dan diharapkan peniruan ini akan menjadi sebuah kemampuan, kebiasaan yang melekat pada anak. Tunjukkan kepedulian orang tua terhadap orang-orang yang tak mampu. Komitmen yang kuat dalam membantu penderitaan orang lain Insya Allah akan dapat menular kepada anak-anak.

  1. Pembiasaan

Mendidik anak di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu. Demikian salah satu bunyi hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Memang akan lebih mudah mengajari anak kecil dari pada setelah menginjak remaja. Betapa banyak orang tua merasa kewalahan menyuruh anak remajanya membiasakan shalat lima waktu. Itulah pentingnya penanaman nilai-nilai Islam sedini mungkin. Bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Selain keteladanan dari orang tua, pembiasaan juga merupakan metode pembelajaran yang sangat tepat buat anak. Dan pembiasaan ini harus dilakukan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak.

Membiasakan anak-anak bersedekah seperti yang dilakukan ibu Rani sangat penting buat anak. Pendidikan melalui pembiasaan akan menjadikan anak terlatih sejak kecil, ringan di dalam memberikan pertolongan pada orang lain. Upaya kecil yang bisa dilakukan misalnya dengan membawakan bekal sekolah anak lebih dari satu, dengan pesan untuk dibagikan pada temannya yang tidak membawa membawa bekal.

  1. Berikan Hadiah

Hadiah adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap suatu prestasi. Hadiah diberikan setelah anak mencapai prestasi tertentu, bukan sebelumnya. Jadi, bukan hadiah yang diberikan agar anak mau melakukan sesuatu. Masih banyak orang tua yang menganggap hadiah tidak penting, karena sudah seharusnya anak bertingkah laku baik dan dapat diterima oleh kelompoknya. Sementara yang lain, hadiah hanya akan melemahkan motivasi anak melakukan sesuatu yang seharusnya memang mereka lakukan. Akibatnya, banyak orang tua yang sedikit sekali memberikan hadiah ketimbang hukuman. Padahal seperti halnya hukuman, hadiah berperan penting dalam pembentukan tingkah laku anak.

Ada beberapa fungsi penting dari hadiah. Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang membuat anak segera tahu bahwa tingkah lakunya itu baik. Sama halnya dengan hukuman yang menyadarkan anak bahwa tingkah lakunya tidak dapat diterima lingkungannya. Hadiah juga akan memotivasi anak untuk mengulangi tingkah laku yang dapat diterima. Anak-anak umumnya akan bereaksi positif terhadap penerimaan lingkungan yang diekspresikan lewat hadiah. Hadiah juga akan memperkuat tingkah laku yang dapat diterima lingkungan. Apabila anak mendapat penaghargaan atas tingkah lakunya, maka ia mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang akan membuat anak termotivasi untuk terus mengulangi.

Hadiah tidak selamanya harus dalam bentuk materi. Yang pasti, apapun bentuk hadiah ia harus sesuai dengan kebutuhan anak. Bila tidak efektivitasnya akan hilang. Oleh karena itu diperlukan kepekaan orang tua untuk melakukan hal ini. Bagi anak yang belum bisa memahami pembicaraan, hargai kebaikannya dengan senyuman, pelukan atau bentuk komunikasi non verbal lainnya. Sebaliknya, bentuk non verbal tidak terlalu efektif untuk anak-anak yang lebih besar. Anak-anak ini butuh pernyataan pujian secara verbal dan nyata. Hadiah juga dapat berupa pujian atau pengakuan. Agar pujian bisa bermanfaat orang tua perlu melakukannya secara bijaksana. Pujian seyogyanya diberikan dalam segala suasana. Perlakuan istimewa juga bisa dijadikan hadiah buat anak. Misalnya memberikan izin untuk bermain lebih dari jam biasanya.

6. Ajaklah anak melihat sendiri dan mengalami kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan yang biasa ia jalani.

Ajaklah anak untuk mengunjungi tempat di mana banyak orang susah yang berkumpul di sana. Dengan itu mereka akan melihat ada sisi lain dari kehidupan manusia. Kita pun dapat memberi pemahaman kepada mereka dengan menjelaskan mengapa ada gelandangan yang mengais-ngais sampah, atau makan makanan yang telah dibuang ke tempat sampah, dan sebagainya. Sekali waktu anak bisa diajak ke panti asuhan, tempat bencana alam atau tempat-tempat lain yang membutuhkan uluran tangan. Selain mengajak anak langsung ke tempat-tempat seperti itu, anak juga bisa diajak melihat film-film tentang kaum muslimin yang didzolimi seperti film-film perjuangan rakyat palestina, Libanon atau penderitaan kaum muslimin di negara lainnya.

Selamat mencoba....


Sumber: http://eldiina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=65&Itemid=43

HS SD Khairu Ummah El-Diina

PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA PRABALIGH/BALIGH

ISLAM TERPADU (PAUPRABALIGH/BALIGH IT)

HOMESCHOOLING GROUP SD

KHAIRU UMMAH

(Setara Sekolah Dasar)




PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA PRABALIGH/BALIGH

ISLAM TERPADU (PAUPRABALIGH/BALIGH IT)

HOMESCHOOLING GROUP SD

KHAIRU UMMAH

(Setara Sekolah Dasar)

Sekretariat :

Jl. Raden Kanan RT 005/004

Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara

Kota Bogor

Telp: (0251)2152975 / 0812 1892 9199

LATAR BELAKANG

”Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (iman, ilmu, amal), yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."(QS. ANNISAA:9)

:Didiklah anak-anakmu dengan pengajaran yang baik, sebab ia diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu” (perkataan Umar Bin Khatab r.a)

”Jika seorang manusia meningal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang shalih” (HR. Ahmad dan Muslim)

”Tidak ada pemberian orangtua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan yang baik” (HR. At-Tirmidzy)

Sekolah Dasar (SD) merupakan posisi penting dan strategis dalam pendidikan anak. Dario sekolah dasar inilah dimulai peletakkan dasar-dasar pembentukan kepribadian dan pembekalan ilmu-ilmu kehidupan. Siswa terwarnai oleh shibghah (celupan) tertentu sesuai dengan yang dikehendaki, yang akan memberikan pengaruh terhadap corak hidup anak di masa depan.

Pentingnya pendididkan di masa ini telah diisyaratkan oleh Rasullah SAW dalam sabdanya: ”(Menuntut) ilmu pada masa kecil ibarat mengukir di atas batu (HR. Baihaqi Ath Thabrani)”

Dengan hadist ini, Rasulullah mengingatkan kita bahwa pendidikan yang diterima di usia muda akan menancap kokoh dalam diri anak dan pengaruhnya akan membekas di masa depan. Hal ini karena anak-anak masih relatif murni, bersih akalnya serta kuat ingatannya.

Sistem pendidikan yang ada saat ini belum menghasilkan kualitas siswa yang unggul dan memiliki jiwa pemimpin, lebih mengarah pada sistem kapitalis-materialistik. Tolak ukur yang digunakan semata-mata dinilai secara materi. Sistem ini memisahkan antara ilmu-ilmu kehidupan (sains dan iptek) dari aqidah islam.

Berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi dunia pendidikan seperti ini, dirasa perlu adanya lembaga pendidikan yang mampu mengajarkan ilmu pengetahuan dan memberikan dasar berfikir kuat dan berbasis aqidah Islamiyyah.

Untuk memenuhi kondisi ideal pendidikan anak berbasis aqidah Islamiyah, perlu dibentuk homeschooling group. Homeschooling group adalah pendidikan yang melibatkan kerjasama yang sinergis antara orangtua dan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

YAYASAN ELDIINA melalui PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA PRABALIGH DAN BALIGH ISLAM TERPADU (PAUPRABALIGH /BALIGH IT) DENGAN METODE HOME-SCHOOLING GROUP mengajak orangtua dan putra-putrinya yang berusia 6-12 tahun untuk bergabung bersama-sama dalam program ini. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum pendidikan integral anak usia prabaligh dan baligh berbasis Aqidah Islam untuk mewujudkan generasi pemimpin yang shaleh, sehat, cerdas dan peduli umat.

TUJUAN PENDIDIKAN

1. Mempersiapkan anak didik yang berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang berdasarkan aqidah Islamiyyah

2. Melahirkan kader-kader ulama yang terintegrasi dalam dirinya kemampuan tsaqofah/ilmu Islam dan sainstek serta memiliki kemampuan retorika da’wah baik melalui lisan maupun tulisan.

3. Meletakkan dasar bagi terbentuknya umat terbaik (khairu ummah) di tengah masyarakat

METODE PENDIDIKAN

Metode pendidikan yang menjadi filosofi dasar kegiatan belajar mengajar di HSG SD Khairu Ummah adalah metode berfikir rasional (Aqliyah).

Metode ini melatih kebiasaan berfikir dengan cara menstimulasi empat komponen berfikir yaitu : otak, indera, fakta, dan informasi.

MATA PELAJARAN

Mata Pelajaran yang diajarkan di HSG SD Khairu Ummah adalah sebagai berikut :

1. BAHASA

¨ Bahasa Indonesia (diajarkan dan digunakan setiap hari sejak kelas 1)

¨ Bahasa Arab (diajarkan dan digunakan setiap hari sejak kelas 1)

¨ Bahasa Inggris (diajarkan mulai kelas 4)

2. TSAQOFAH ISLAM

¨ Aqidah

¨ Fiqih (Fiqih Mu’amalah, Fiqih Fardiyah/akhlak)

¨ As-Sunnah

¨ Siroh Nabwiyah

¨ Tarikh (Shahabat, Tabiin dan para Khalifah)

3. SAINSTEK

¨ Matematika & IPA dengan sudut pandang aqidah Islam

4. TAHFIZH

Hafalan Al Qur’an, minimal 3 juz

5. QIRO’ATI

Belajar membaca Al Qur’an secara tartil

6. EKSKUL

Ekstra kurikuler berupa seni & olah raga

WAKTU BELAJAR

Waktu belajar 5 hari dalam seminggu, Senin sampai Jumat pukul 07.30-14.00.

KOMPETENSI LULUSAN

1. Memiliki kepribadian Islam

2. Berjiwa pemimpin

3. Hafal Al Quran minimal 3 juz

4. Mampu berbahasa Arab aktif

5. Mampu membaca Al Quran dengan tartil

6. Mampu menuangkan pemikiran dengan bahasa lisan maupun tulisan

7. Mampu merancang dan melaksanakan eksperimen sederhana

SISTEM EVALUASI

1. Harian (dengan kartu prestasi) & unjuk kemampuan setiap 3 bulan untuk Qiro’ati, Tahfizh, Hafalan hadits & Do’a.

2. Evaluasi pencapaian kompetensi perbidang pelajaran dengan metode portofolio, diskusi kelompok & unjuk kemampuan.

BIAYA PENDIDIKAN

Sesuai kesepakatan orang tua dengan pengelola

WAKTU PENDAFTARAN

Pendaftaran dibuka tanggal 20 Maret 2009 sampai 10 Juli 2009.

TEMPAT PENDAFTARAN

1. Jl. Raden Kanan RT 005/004

Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara

Kota Bogor.

CP : Ir. Hj. Emmi Khairani : 081210563541

Ir. Hj. Dini Sumaryanti : 08128867338

2. Kantor el-Diina Center

Komplek IPB II Sindangbarang

Jl. Ganimedes Blok H No 7, Dramaga-Bogor

Telp: (0251)2152975 / 0812 1892 9199

PERSYARATAN PENDAFTARAN

  1. Foto copy akte kelahiran /surat kenal lahir
  2. Foto copy kartu keluarga
  3. Foto copy KTP orang tua
  4. Mengisi formulir pendaftaran

PENYELENGGARA PROGRAM

Yayasan el-Diina

SK Menteri Hukum dan HAM RI

No. C-2986.HT.01.02.th2007

NPWP : 02.740.2148-404.000

Email: hsgsdku_eldiina@yahoo.co.id

NAMA LEMBAGA

Homeschooling Group SD Khairu Ummah el-Diina

PENGURUS LEMBAGA

Penanggung Jawab Program: Dr. Ir. Yuliana, M.Si.

(Ketua Yayasan ELDIINA)

Pembina Program : Drs. Amiruddin Sujadi

Direktur : Ir. Hj. Emmi Khairani

Wakil Direktur : Ir. Hj. Dini Sumaryanti

Sekretaris eksekutif : Ir. Eko Pujiastuti

Bendahara eksekutif : Hj. Saleha Hannum, M.Si

Kasi Litbang : Ir. K. Arini Retnaningsih

PENUTUP

Demikianlah sekilas tentang Program Pendidikan Anak Usia Prabaligh/Baligh Islam Terpadu (PAUPRABALIGH/BALIGH IT) Metode Homeshooling Group dengan nama lembaga Homeschooling Group SD Khairu Ummah el-Diina” ini kami sampaikan dengan harapan semoga memberikan sumbangsih yang berarti bagi pendidikan generasi Islam.


Sumber : http://eldiina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=73&Itemid=1